Keaslian Produk Coca-Cola – Versi Lengkap!
September 23, 2008 in Seorang Akuntan | Tags: coca-cola, cost, distribution, dumping, murah, pricing | by Laron
Pada hari minggu sepulang berbelanja bersama istri, aku terpikir untuk menulis surat pembaca di detik.com. Dalam beberapa hari terakhir aku memang penasaran dengan produk Coca-Cola yang dijual 5.000-an di sekitar tempatku tinggal, Petukangan. Sehari kemudian suratku dimuat di detik.com. Lebih lengkapnya bisa klik ini.
Keesokan harinya setelah suratku dimuat, pihak Coca-Cola langsung menghubungiku. Mereka mencoba memberi klarifikasi bahwa produk yang aku maksud itu memang produk asli Coca-Cola yang didistribusikan secara resmi. Mereka juga menjelaskan bahwa harga “diskon” tersebut hanya dalam rangka bulan puasa. Sebagai tambahan, mereka juga mempersenjatai penjual dengan surat keterangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sayangnya aku belum sempat mengecek.
Menerima penjelasan seperti itu tentu saja dalam hati aku tidak puas. Latar belakang akuntansi memang membuatku sedikit skeptis, karena yang ada di otakku hanyalah perhitungan biaya, COGS, dan pricing theory.
Setelah telepon yang pertama, pihak Coca-Cola kembali menghubungiku untuk meminta tolong agar sekiranya aku menulis kembali di detik.com mengenai klarifikasi yang mereka berikan. Karena detik.com adalah situs top 10 di Indonesia yang sudah pasti pembacanya cukup banyak, aku juga tidak mau “aneh-aneh” untuk memperpanjang skeptisku yang tidak berujung. Maka dengan kerendahan hati aku tuliskan keterangan yang diberikan oleh pihak Coca-Cola (lihat). Dan sisanya, akan aku tuangkan dalam blog ini.
Kejanggalan-kejanggalan:
1. Dumping Theory
Dumping adalah salah satu kebijakan penetapan harga yang menggunakan lebih dari satu harga. Artinya perusahaan akan menjual harga lebih mahal/murah di tempat lain. Walaupun dumping mengandung konteks antarnegara, aku pikir masih relevan jika kita kaitkan dengan kasus ini.
Semenjak produk “diskon” tersebut beredar di masyarakat, ternyata aku masih menemukan harga produk Coca-Cola yang “normal” di supermarket. Katakanlah di Giant, Carrefour, Indomaret, Alfa, dll. Kalaupun ada perbedaan, pasti hanya sedikit dan itu karena kesepakatan dengan pihak supermarket.
Hal ini tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi kita semua? Terlebih lagi, hal ini tentu akan merugikan pihak supermarket karena konsumen sudah pasti memilih harga yang lebih murah. Toh, tidak ada peraturan bahwa produk Coca-Cola 5.000-an itu hanya untuk orang miskin dan orang kaya tidak boleh membeli. Maka secara bisnis tentu saja hal ini akan berakibat buruk karena menganggu hubungan dengan pihak distributor, yaitu supermarket.
2. Predatory Pricing
Secara sederhana, predatory pricing adalah strategi penetapan harga dengan cara menjual barang/jasa dengan harga sangat murah di bawah harga pasar (bahkan sampai di bawah COGS = rugi), yang tujuannya untuk mengambil pangsa pasar pesaing dan kemudian menaikan harga secara bertahap sambil mempertahankan konsumen.
Industri minuman kaleng termasuk industri yang elastis (informasi dari situs www.coca-colabottling.co.id). Artinya persentase perubahan harga akan mengakibatkan perubahan persentase permintaan yang lebih besar melebihi perubahan harga itu sendiri.
Sekarang coba anda bayangkan saat Coca-Cola menetapkan harganya Rp 5.000 (diskon 44% dari harga normal yang sekitar Rp 9.000). Sudah pasti permintaannya akan jauh melonjak dan lebih besar. Dengan demikian, pasar industri minuman bisa terserap semua ke Coca-Cola. Pesaing yang lain seperti Pepsi tentu saja akan hancur.
Strategi ini sepertinya tidak perlu dilakukan Coca-Cola yang merupakan market leader di pasar Indonesia. Bukan hanya tidak tepat, tetapi bisa merusak citra/imej yang telah Coca-Cola bangun selama ini (akan kita bahas dalam poin selanjutnya).
3. Citra (Price Reflect Quality)
Harga mencerminkan kualitas. Saya yakin kebanyakan orang akan beranggapan bahwa harga yang murah identik dengan kualitas kelas rendah. Jika Coca-Cola menurunkan harga sedemikian drastis, tentu saja pengeluaran mereka di iklan untuk membangun citra/imej menjadi hancur lebur berantakan. Anda pasti kita ingat “Segarnya Mantap, itu Coca-Cola”, atau “Hidup Ala Coca-Cola”
Akupun pertama kali tahu bahwa harganya sedemikian murah sudah langsung beranggapan buruk, bahwa ini tidak mungkin produk legal Coca-Cola. Bisa jadi ini Coca-Cola “odong-odong” seperti produk, makanan, atau minuman yang sering masuk investigasi di Trans TV. Produk hasil penyalahgunaan zat-zat atau bahan-bahan tertentu.
4. Kemana Iklannya?
Saat pihak Coca-Cola mengatakan ‘dalam rangka bulan puasa’, langsung saja aku berpikir, ‘nonsense!’. Tidak mungkin mereka mau mengorbankan biaya yang mereka keluarkan secara cuma-cuma. Memberi kepuasan kepada konsumen? Impossible. Tujuan perusahaan adalah profit, atau lebih tepatnya memaksimalkan kesejahteraan pemilik saham. Sangat sulit diterima jika Coca-Cola mau “beramal” sedemikan baik seperti itu kepada “sebagian” konsumennya. Jangankan menurunkan harga, mengadakan sebuah acara “tidak penting” saja perusahaan pasti menggembar-gemborkan setengah mati di televisi.
5. Cost, cost, and cost!
Sebagai seorang akuntan tentu saja aku memikirkan biaya. Kalau Coca-Cola berani menetapkan harga Rp 5.000 untuk botol besar, jadi berapa COGS mereka? Apakah selama ini margin mereka sedemikian besar? Kenapa mereka tidak menurunkan harga sejak dulu kala? Remember: Elastisitas!
Secara akuntansi saja sudah tidak masuk akal, apalagi kita bercermin dalam kacamata ekonomi, opportunity cost. Oh my…
Sebagai konsumen kita memang harus lebih kritis dan jeli dalam memilih barang/jasa. Kesimpulanku adalah kecil kemungkinan produk Coca-Cola yang dipasarkan dengan harga “diskon” tersebut merupakan resmi melalui jalur distribusi Coca-Cola. Pendapatku yang terburuk adalah produk tersebut sudah kadaluarsa (walaupun saatku coba rasanya masih sama seperti biasa). Kecurigaanku ini didukung oleh fakta banyak dan marak terjadi penjualan produk kadaluarsa di pasar Indonesia saat ini.
Pendapat ini datang dari pribadiku sendiri tanpa ada maksud untuk menjatuhkan Coca-Cola dan tidak lebih lahir dari rasa skeptisme yang diajarkan di kuliah auditing (wahahahaha!!!).
http://eggie.wordpress.com/2008/09/23/keaslian-produk-coca-cola-%E2%80%93-versi-lengkap/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar